Saya Lina lestari
Seorang perempuan sederhana yg sangat aktif dan ceria.
Masih meemban status pelajar disebuah sekolah di Banjarmasin (lebih tepatnya lembaga pendidikan yang dibiayai oleh dinas pendidikan daerah setempat).
Ini kali pertama ku menjabarkan bagaimana kehidupan ku dimasa lampau. Mohon untuk berkenan membaca
Seorang perempuan sederhana yg sangat aktif dan ceria.
Masih meemban status pelajar disebuah sekolah di Banjarmasin (lebih tepatnya lembaga pendidikan yang dibiayai oleh dinas pendidikan daerah setempat).
Ini kali pertama ku menjabarkan bagaimana kehidupan ku dimasa lampau. Mohon untuk berkenan membaca
Lina, nama kecil yang diberikan oleh nenek tercinta.
Anak perempuan berlesung pipi yang sangat manis.
Dibesarkan hanya sebentar oleh kedua orangtuanya. dengan segala macam perbedaan pemikiran.
Akhirnya, ia menjadi anak dari orangtua tunggal.
tidak terlalu membekas kehadiran sesosok ayah, karna ayah jarang berada dirumah.
2 saudara kandung menjadi tambahan beban untuk ibu. Ya, semua berjalan tanpa hadirnya seorang ayah, sebelum takdir mengubah segalanya menjadi rumit.
Ibu meninggalkan mereka bersama nenek dan bermaksud merantau kekota orang.
Bulan pertama berjalan lancar, bulan berikutnya agak terasa aneh.
Ibu tidak ada kabar, bingung.
Kami tidak tau harus berbuat apa, hanya bisa menunggu dan berdoa agar ibu sehat dan baik-baik saja disana.
Dengan ketelatenan tangan nenek yang piawai membuat kue. kami bisa menyambung hidup dengan uang penghasilan berjualan kue yang seadanya. semua berjalan lancar, namun hanya sementara saat ketika Nenek mulai sakit-sakitan demi menghidupi kami cucunya yang ditinggalkan oleh orangtua mereka.
kami mulai memutar otak untuk membantu nenek.
Hati dan pikiran mulai berperang, keinginan untuk melanjutkan sekolah atau membantu nenek?
bagaimana bisa persoalan seperti ini dihadapi oleh anak seusiaku. Mengapa?
Anak perempuan berlesung pipi yang sangat manis.
Dibesarkan hanya sebentar oleh kedua orangtuanya. dengan segala macam perbedaan pemikiran.
Akhirnya, ia menjadi anak dari orangtua tunggal.
tidak terlalu membekas kehadiran sesosok ayah, karna ayah jarang berada dirumah.
2 saudara kandung menjadi tambahan beban untuk ibu. Ya, semua berjalan tanpa hadirnya seorang ayah, sebelum takdir mengubah segalanya menjadi rumit.
Ibu meninggalkan mereka bersama nenek dan bermaksud merantau kekota orang.
Bulan pertama berjalan lancar, bulan berikutnya agak terasa aneh.
Ibu tidak ada kabar, bingung.
Kami tidak tau harus berbuat apa, hanya bisa menunggu dan berdoa agar ibu sehat dan baik-baik saja disana.
Dengan ketelatenan tangan nenek yang piawai membuat kue. kami bisa menyambung hidup dengan uang penghasilan berjualan kue yang seadanya. semua berjalan lancar, namun hanya sementara saat ketika Nenek mulai sakit-sakitan demi menghidupi kami cucunya yang ditinggalkan oleh orangtua mereka.
kami mulai memutar otak untuk membantu nenek.
Hati dan pikiran mulai berperang, keinginan untuk melanjutkan sekolah atau membantu nenek?
bagaimana bisa persoalan seperti ini dihadapi oleh anak seusiaku. Mengapa?
Ya, semua terasa sangat menyesakkan. Sesak, sungguh.
dan akhirnya, logika lah yang menang.
Kelulusan Sekolah Menengah Pertama ku ini menjadi awal segalanya.
Tentang bagaimana susahnya mencari nafkah dan beratnya resiko pekerjaan yg diemban.
Semua tidak berjalan normal sesaat aku mendapatkan pekerjaan, keadaan nenek mulai menurun.
Oh Tuhan, ada apa dengan nenek? tolong beri aku waktu menyenangkan hatinya.
Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain.
Kelulusan Sekolah Menengah Pertama ku ini menjadi awal segalanya.
Tentang bagaimana susahnya mencari nafkah dan beratnya resiko pekerjaan yg diemban.
Semua tidak berjalan normal sesaat aku mendapatkan pekerjaan, keadaan nenek mulai menurun.
Oh Tuhan, ada apa dengan nenek? tolong beri aku waktu menyenangkan hatinya.
Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain.
Tuhan terlalu sayang dengan nenek.
dengan Berat hati kami melepas nenek tercinta kepangkuan-Nya
dengan Berat hati kami melepas nenek tercinta kepangkuan-Nya
Semua terasa sesak. Lagi.
Aku mulai bertanya-tanya, kalau tidak ada nenek, kemana lagi aku akan bersandar? kemana lagi aku mengadu disaat pikiran ku kacau? kemana lagi aku membagi kebahagian?
Ibu? ya, tetap tidak ada kabar pun darinya. bagai ditelan bumi.
Ibu? ya, tetap tidak ada kabar pun darinya. bagai ditelan bumi.
Miris, Putus asa, kecewa. tapi apa daya ku?
Mengapa?
Salahkah ego ku ingin dimengerti dan dijaga? salahkah keinginanku untuk memiliki mereka? salahkah?
Oh Tuhan, maafkan aku. tapi mengapa engkau beri aku cobaan yang sulit?
Sesak.
Aku tak tau harus berbuat apa, sampai rasa sesak ini terus terpendam bertahun-tahun dihatiku.
Maaf Tuhan, bukan bermaksud menyalahkan Mu
Aku hanya makhluk pendosa, hina dan rendah, tapi bisakah aku merasakan kehadiran mereka dirumah? bisakah.
Aku hanya bisa membayangkan pulang dengan cepat dari sekolah, mengetuk pintu dan langsung mencium pipi ibuku ketika beliau membukakan pintu untukku.
dengan ayah yang sedang memperbaiki pipa air keran sambil tertawa bergurau bersama adik bungsuku.
kaka yang sedang menyiapkan makanan yang ia masakkan untuk keluarga kecil kami.
Aku hanya makhluk pendosa, hina dan rendah, tapi bisakah aku merasakan kehadiran mereka dirumah? bisakah.
Aku hanya bisa membayangkan pulang dengan cepat dari sekolah, mengetuk pintu dan langsung mencium pipi ibuku ketika beliau membukakan pintu untukku.
dengan ayah yang sedang memperbaiki pipa air keran sambil tertawa bergurau bersama adik bungsuku.
kaka yang sedang menyiapkan makanan yang ia masakkan untuk keluarga kecil kami.
Tuhan, hanya satu itu saja harapan ku.
Maaf kali ini aku menetaskan air mata lagi untuk hal yang mustahil dihadapanmu.
Maafkan aku Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar